Apa itu
golongan darah?
Golongan darah adalah hasil dari pengelompokan
darah berdasarkan ada atau tidaknya substansi antigen pada permukaan sel darah
merah (eritrosit). Antigen tersebut dapat berupa karbohidrat, protein,
glikoprotein, atau glikolipid.
Golongan darah manusia bersifat herediter, dan sangat tergantung pada
golongan darah kedua orang tua manusia yang bersangkutan. Saat ini sudah
dikenal puluhan sistem golongan darah, namun sistem yang paling umum dikenal di
dunia hanya ada beberapa. Di antaranya adalah sistem ABO yang diperkenalkan
Karl Landsteiner (1868-1943) pada tahun 1903, sistem Rhesus yang diperkenalkan
Landsteiner juga pada tahun 1937, dan sistem MNS (sekretor dan nonsekretor).
Mengapa darah
perlu digolongkan?
Darah perlu digolongkan untuk banyak kepentingan, khususnya untuk transfusi
darah. Landsteiner menemukan pada tahun 1901, bahwa darah manusia yang ditransfusikan
ke manusia lain dapat inkompatibel, dan menimbulkan aglutinasi (si penerima
darah terlihat syok dan ikterik / kuning). Transfusi dengan darah yang
inkompatibel antara donor dan resipien (penerima) dapat berakibat fatal. Selain
itu, golongan darah dapat bermanfaat untuk kepentingan forensik dan penentuan
ayah sebagai metode penentuan paling sederhana (walaupun metode ini sekarang
sudah tergeser perannya dengan tes DNA di negara-negara maju).
Landsteiner mulanya menemukan 3 golongan darah saja pada tahun 1900, yaitu
A,B, dan O. Golongan AB baru ditemukan 2 tahun kemudian, itu pun oleh
Decastrello dan Sturli (bukan oleh Landsteiner!). Atas penemuannya ini,
Landsteiner mendapat hadiah Nobel di bidang kedokteran dan medis pada tahun
1930.
Faktor apakah yang
membedakan golongan darah dalam sistem ABO?
Golongan darah sistem ABO dibagi berdasarkan struktur antigen permukaan
eritrosit, yang disebut juga sebagai aglutinogen.
- Golongan darah A memiliki antigen permukaan A. Antigen A tersusun dari 1 molekul fukosa, 2 molekul galaktosa, 1 molekul N-asetil galaktosamin, dan 1 molekul N-asetil glukosamin.
- Golongan darah B memiliki antigen permukaan B. Antigen B ini sedikit berbeda dengan antigen A, di mana antigen ini tersusun dari molekul N-asetil galaktosamin digantikan oleh 1 molekul galaktosa.
- Golongan darah AB memiliki dua macam antigen permukaan, yang merupakan kombinasi dari antigen A dan antigen B.
- Golongan darah O semula dianggap tidak memiliki antigen permukaan, namun terbukti bahwa golongan darah O masih memiliki ikatan karbohidrat pada permukaan eritrositnya yang terdiri atas 1 molekul fukosa, 1 molekul N-asetil glukosamin, dan 2 molekul galaktosa. Gugus ini tidak bersifat imunogenik, sehingga anggapan golongan darah O tidak memiliki antigen permukaan masih bisa diterima.
Antigen permukaan eritrosit tersebut dapat merangsang pembentukan suatu
imunoglobulin M (IgM), yang disebut juga sebagai aglutinin. Antibodi IgM ini
semula diduga terdapat secara alamiah, namun ada penelitian yang menunjukkan
bahwa antibodi tersebut baru terbentuk pada waktu bayi sebagai akibat
sensitisasi dari makanan dan infeksi.
Pada masa neonatus, terjadi kolonisasi bakteri flora normal usus yang
mengekspresikan antigen menyerupai antigen permukaan eritrosit A dan B. Hal ini
mendorong sistem imunitas bayi untuk membuat antibodi IgM sesuai dengan antigen
yang tidak dimiliki permukaan eritrosit bayi tersebut. Karena itulah orang
dengan golongan darah A memiliki anti-B, orang bergolongan darah B
memiliki anti-A, dan yang bergolongan darah O memiliki keduanya. Orang dengan
golongan darah AB tidak memiliki antibodi IgM ini. Karena antibodi IgM ini
mampu menimbulkan aglutinasi hebat yang dapat menyumbat pembuluh darah inilah
transfusi dengan golongan darah inkompatibel sangat berbahaya.
Faktor apakah
yang membedakan golongan darah dalam sistem Rhesus? Apa bedanya sistem Rh
dibanding dengan ABO?
Antigen D merupakan faktor determinan golongan darah Rhesus seseorang. Adanya antigen
D menunjukkan seseorang memiliki golongan darah Rhesus positif, sedangkan tidak
adanya antigen berarti Rhesus negatif. Tidak seperti anti-A dan anti-B pada
sistem ABO, anti-D (disebut juga anti-Rh) sudah ada secara alamiah. Antigen D bersifat imunogenik kuat. Hal ini
berarti golongan darah Rhesus negatif akan langsung membuat antibodi (anti-D)
dalam jumlah besar begitu ia terpapar antigen D (baik lewat transfusi darah
maupun kehamilan). Apabila seorang Rh (-) sudah pernah terpapar antigen D, maka
darahnya akan mengandung IgG anti-D yang mampu menggumpalkan darah Rh (+).
Antibodi ini bisa melewati plasenta, yang dengan sendirinya berpotensi
menimbulkan penyakit hemolitik pada janin Rh (+) yang dikandung oleh ibu Rh
(-).
Dengan demikian seorang ibu Rh (-), tanpa riwayat transfusi darah, yang
mengandung janin Rh (+); baru akan membentuk anti-D saat mengandung janin
pertama dengan Rh (+). Kemungkinan bayi pertamanya tidak mengalami hemolisis
akan lebih besar. Sedangkan ibu Rh (-) dengan riwayat transfusi darah, ada
kemungkinan anti-D-nya sudah terbentuk sewaktu ia menerima transfusi. Jadi
kemungkinan bayi pertamanya mengalami hemolisis jadi lebih besar. Dan untuk
janin-janin berikutnya, kemungkinan hemolisis akan semakin meningkat karena
anti-D yang terbentuk semakin banyak.
sumber : http://hnz11.wordpress.com/